BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah mencanangkan program swasembada daging 2010. Artinya satu tahun lagi Indonesia akan dapat memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dari produksi dalam negeri sehingga Indonesia tidak perlu lagi mengimpor daging. Kebutuhan rata-rata daging nasional 5 kilogram per kepala per tahun atau total lebih dari 300.000 ton per tahun pada tahun 2008 ini. Sebanyak 30% kebutuhan daging berasal dari daging impor (Widodo, 2008).
Dewasa ini, daging itik sudah mulai populer dan digemari oleh masyarakat. Ini ditandai dengan maraknya warung-warung yang menjual produk olahan dari itik. Pada umumnya daging itik yang diperdagangkan berasal dari itik petelur dewasa afkir yang telah berumur lebih dari 3 tahun dan tidak produktif lagi. Hal tersebut mengakibatkan dagingnya kurang berkualitas ditinjau dari tekstur dan keempukan. Untuk mendapatkan daging itik muda yang berkualitas dapat diperoleh dengan memanfaatkan itik petelur jantan lokal yang digemukan dengan masa pemeliharaan selama 42-49 hari.
Anak itik petelur jantan lokal merupakan hasil penetasan telur itik untuk menghasilkan bibit itik petelur, dan dalam setiap penetasan rata-rata dihasilkan anak itik jantan 50% dan anak itik betina 50% (Cahyono, 2007). Anak itik petelur jantan akan selalu diafkir dan dijual dengan harga murah, sementara itu belum banyak yang memanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (itik pedaging).
Berdasarkan hasil survey di wilayah Desa Glagahombo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang petani itik umumnya memelihara ternaknya secara tradisional sehingga untuk mencapai berat jual 0,8 kg saja diperlukan waktu hingga 85 hari dan tingkat kematiannya mencapai 19%. Menurut Iskandar (1994), dengan pemeliharaan yang intensif, untuk mencapai berat jual 0,8 kg hanya diperlukan waktu 42-49 hari.
Pemeliharaan yang intensif, diantaranya diperlukan pemberian pakan yang berkualitas dan pemberian pakan aditif salah satu diantaranya adalah starbio. Starbio berperan meningkatkan kecernaan, sintesa protein mikroba, mengurangi bau kotoran, dan ramah lingkungan. Diharapkan dengan penambahan starbio kedalam campuran pakan dapat meningkatkan pertumbuhan, dan mengurangi konversi pakan sehingga akan menambah keuntungan peternak.
B. Masalah
1. Petani belum mengetahui tentang manfaat pemberian starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
2. Belum diketahui seberapa jauh pengaruh pemberian starbio dalam pakan terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian, dan konversi pakan pada itik petelur jantan lokal.
C. Tujuan Penelitian
1. Petani dapat mengetahui manfaat pemberian starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
2. Mengetahui seberapa jauh pengaruh penambahan starbio pada pakan terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian, dan konversi pakan pada itik petelur jantan lokal.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai informasi tentang pemberian starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
E. Hipotesis
Penambahan starbio dalam pakan berpengaruh terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan pada itik petelur jantan lokal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek Teknis
1. Itik petelur jantan lokal
Cahyono (2007), menyatakan bahwa jenis itik petelur jantan lokal dapat dimanfaatkan untuk tujuan pedaging. Misalnya itik Tegal, Mojosari (Mojokerto), Alabio, Muntilan (Magelang), Karawang (Cirebon), Indramayu, Bali (Pinguin), Turi, CV. 2000 INA, dan lain sebagainya.
Pertumbuhan itik petelur jantan lokal terbagi atas periode pertumbuhan awal (fase starter) dan pertumbuhan lanjut. Untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada fase starter, perlu ditunjang dengan pemberian pakan yang mengandung protein tinggi, yaitu berkisar antara 20-25% (Satie, 2007).
Anak itik petelur jantan lokal yang dipelihara secara intensif selama masa pemeliharaan 42-49 hari sudah mencapai umur jual (siap potong) dengan bobot badan berkisar antara 0,8-1,2 kg/ ekor (Iskandar, 1994).
Menurut Satie (2007), perkandangan itik petelur jantan lokal, seperti halnya ayam broiler dengan sistem kandang kering, dimana luas per ekor sekitar 0,25 m2. Separuh bagian kandang ditutup dengan atap rumbia, genteng atau yang lainnya sebagai pelindung dan tempat istirahat. Sedangkan separuh bagian yang lain digunakan sebagai tempat untuk makan,minum atau bermain dalam bentuk kandang terbuka.
Cahyono (2007), menyatakan kepadatan populasi di dalam kandang berpengaruh terhadap tingkat kematian dan pertumbuhan itik petelur jantan lokal. Kepadatan yang terlalu banyak akan menurunkan kesehatan dan pertumbuhan itik petelur jantan lokal juga menjadi lambat.
2. Pakan itik petelur jantan lokal
Kebutuhan protein dan kalori itik petelur jantan lokal pada umur 0-2 minggu adalah 22% dan 2900 Kkal/kg, pada umur 2-7 minggu 16% dan 2900 Kkal/kg (Ketaren, 2001).
Rasyaf (1993), berpendapat bahwa ternak secara umum membutuhkan zat-zat pakan yang esensial antara lain air, karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin.
Iskandar (1994), melaporkan bahwa itik jantan lokal yang dipelihara secara intensif dan diberi pakan dengan ransum terdiri dari 40% BR1, 58,8% dedak padi, dan 1,2% campuran vitamin dan mineral dapat mencapai berat badan 890 gram/ekor pada umur 49 hari. Campuran pakan tersebut mengandung protein 17%, energi metabolisme 2800 Kkal/kg, dan SK 8,2%.
3. Starbio
Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Suharto dan Winantuningsih (1993), dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellulomonas Clostridium thermocellulosa (pencerna lemak); Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein). Probiotik starbio merupakan probiotik an-aerob penghasil enzim berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum.
Penambahan probiotik starbio 0,25% pada pakan yang mengandung serat kasar 6% nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan itik petelur jantan lokal (Wahyu,1997).
4. Konsumsi pakan
Rasyaf (2003), menyatakan bahwa konsumsi adalah proses pemasukan pakan yang diberikan pada ternak untuk keperluan metabolisme dalam tubuh sebagai pemenuhan kebutuhan nutrisi yang digunakan untuk hidup pokok (maintenance) dan pertumbuhan. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang cepat pada ternak dalam menghasilkan performen ternak dapat dilihat pada konsumsi pakan. Dalam pemberian pakan pada ternak faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah pakan yang diberikan, semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari, akan memberikan kesempatan untuk menghasilkan produksi yang tinggi.
Menurut Wahyu (1997), konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tidak dimakan. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor tergantung jenis unggas, temperatur lingkungan, tahap produksi air minum, luas kandang, imbangan nutrisi dalam pakan, periode pertumbuhan dan penyakit.
5. Pertambahan bobot badan itik petelur jantan lokal
Rasyaf (2003), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan merupakan pengukuran dalam melihat laju pertumbuhan unggas dalam pemeliharaan dari minggu pertama sampai minggu berikutnya, yang mengarah pada perubahan dari badan unggas mulai bertambah besarnya, tingkat konsumsi pakan, dan perubahan fisik dari unggas serta diiringi dengan kenaikan dari bobot badan. Pengukuran bobott badan dilakukan dalam kurun waktu satu minggu sehingga untuk mendapatkan pertambahan bobot badan harian, bobot itu dibagi hari tujuh, hal tersebut dilakukan agar tidak menimbulkan cekaman bagi unggas yang berakibat pertambahan bobot badan tidak maksimal.
Cahyono (2007), menyatakan bahwa pemeliharaan itik petelur jantan lokal umur 7 minggu dengan diberi pakan yang mempunyai kandungan energi 2700 Kkal/kg dan protein 16,5% menghasilkan berat badan 943,2 gram, tingkat konsumsi 129 g/kor/hari.
6. Konversi pakan
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan pada periode tertentu (Rasyaf, 2003), artinya berapa jumlah pakan yang dihabiskan untuk membentuk produk per kg baik itu daging atau telur. Konversi pakan dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan, kandungan energi dalam pakan dan suhu lingkungan serta kondisi kesehatan itik.
B. Aspek Penyuluhan
1. Pengertian penyuluhan pertanian
Mardikanto (1993), menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah proses perubahan perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) dikalangan masyarakat (petani) agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usaha tani dan memberikan kesejahteraan keluarga atau masyarakat yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian.
Proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dalam mengakses informasi-informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestariaan fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyuluhan pertanian adalah kegiatan pendidikan non formal bagi pelaku utama dan pelaku usaha sebagai jaminan atas hak mendapatkan pendidikan, yang diharapkan mampu memanfaatkan sumber daya yang ada guna memperbaiki dan meningkatkan pendapatan kelayakan beserta lebih luas lagi dapat meningkatkan kesejahteraannya (Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan SP3K ).
2. Tujuan penyuluhan pertanian
Menurut Deptan (2002), tujuan penyuluhan pertanian adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteran petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha dengan cara meningkatkan kemampuan dan keberdayaan mereka.
Mardikanto (1993), menyatakan tujuan penyuluhan dibedakan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek merupakan tujuan untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih baik pada diri petani dalam mengelola usaha taninya. Perubahan-perubahan yang diharapkan meliputi perubahan pada diri petani yaitu pengetahuan, kecakapan, sikap dan motif petani. Sedangkan tujuan jangka panjang penyuluhan pertanian adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat agar dapat hidup sejahtera.
3. Sasaran penyuluhan pertanian
Menurut Deptan (2002), sasaran penyuluhan pertanian adalah petani dan anggota kaluarganya, yang terdiri dari wanita tani dan taruna tani (pemuda/pemudi tani). Oleh karena itu penyuluhan pertanian sering digambarkan dalam bentuk simbol.
Mardikanto (1993), berpendapat bahwa kegiatan penyuluhan diperuntukan bagi petani dan keluarganya, namun tujuan penyuluhan tidak akan tercapai apabila tidak ada dorongan dan terciptanya suasana atau iklim yang memungkinkan untuk dilaksanakannya segala sesuatu yang telah disuluhkan serta sangat tergantung pada faktor penentu. Sasaran dapat dibedakan menjadi : a.) Sasaran utama atau sasaran pokok, yakni petani dan segenap anggota keluarganya. b.) Sasaran penentu, yang terdiri dari pemerintah, para peneliti, lembaga perkreditan, produsen dan distributor sarana pertanian, lembaga pengolah hasil pertanian, lembaga pemasaran hasil pertanian dan lembaga pelayanan atau biro jasa. c.) Sasaran pendukung, yaitu segenap lapisan masyarakat yang dapat memperlancar atau menghambat kegiatan penyuluhan pertanian.
4. Metode penyuluhan pertanian
Metode penyuluhan pertanian adalah cara menyampaikan materi penyuluhan pertanian melalui media komunikasi oleh penyuluh pertanian kepada petani beserta anggota keluarganya agar bisa dan membisakan diri menggunakan teknologi baru. Tujuan pemilihan metode penyuluhan pertanian adalah agar penyuluh pertanian dapat menetapkan suatu metode atau kombinasi beberapa metode yang tepat dan berhasil guna, serta agar kegiatan penyuluhan pertanian yang dilaksanakan untuk menimbulkan perubahan yang dikehendaki dapat berdaya guna dan berhasil guna (Padmowiharjo, 1994).
Ceramah atau pidato, demonstrasi cara, widyakarya, dan diskusi kelompok merupakan metode kelompok yang dipertimbangkan dalam metode kelompok. Semua merupakan metode penting untuk mengalihkan informasi, sedangkan diskusi kelompok berperan penting dalam pembentukan pendapat dan pengambilan keputusan dari petani. Demonstrasi dan Widyawisata mempunyai keuntungan karena petani dapat melihat sendiri penerapan suatu metode dan mengetahui keuntungan dan kekuarangan suatu inovasi (Marzuki, 1999).
5. Media penyuluhan
Mardikanto (1993), menyatakan bahwa alat bantu penyuluhan adalah alat-alat perlengkapan penyuluhan yang diperlukan oleh seorang penyuluh guna memperlancar proses mengajarnya selama kegiatan penyuluhan itu dilaksanakan. Alat ini diperlukan, untuik mempermudah penyuluh selama melaksanakan kegiatan penyuluhan, baik dalam menentukan/ memilih materi penyuluhan atau m,enerangkan inovasi yang disuluhkan.
Padmowiharjo (1999), menyatakan bahwa folder dan brosur banyak digunakan dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Media tersebut dalam penyuluhan pertanian berupa bahan publikasi untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat tani khususnya dan kepada masyarakat ramai yang manaruh minat terhadap bidang pertanian umumya.
6. Evaluasi penyuluhan
Menurut Padmowiharjo (1999), evaluasi sebagai proses penentuan terhadap hasil-hasil yang telah tercapai melalui aktifitas-aktifitas yang terencana dengan maksud mancapai tujuan akhir yang sangat berguna.
Mardikanto (1993), menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegitan terencana dan sistematis yang meliputi :
1. pengamatan untuk mengumpulkan data atau fakta.
2. menggunakan “pedoman” yang telah ditetapkan.
3. pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.
4. pengambilan keputusan atau penilaian.
BAB III
MATERI DAN METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Praktik STPP Magelang, Desa Dlimas, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang mulai tanggal 15 Maret 2009 sampai dengan 3 Mei 2009. Sedangkan kegiatan penyuluhan dilaksanakan di Kelompok Tani Sumber Rejeki, Desa Glagahombo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang pada tanggal 10 Mei 2009.
B. Materi dan Peralatan
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor itik petelur jantan lokal dari spesies itik Magelang pada umur 21 hari. Pakan itik yang digunakan dalam penelitian adalah a). Pakan komersial untuk ayam broiler starter, b). Dedak padi dari penggilingan padi setempat, c). Jagung giling, e). Tepung ikan, g). Starbio, f).Vitamin, h). Air minum.
Desinfektan untuk membasmi kuman digunakan neoantisep. Obat-obatan yang digunakan meliputi : Trimisin, Sulfamix. Vaksin yang digunakan dalam penelitian adalah vaksin ND.
Peralatan yang digunakan adalah kandang baterai dengan dengan ukuran 15cm x 40cm, timbangan elektrik, tempat pakan dan minum, lampu pijar 20 watt sebagai penerangan.
C. Metoda Penelitian
1. Metode pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode experiment design, yaitu suatu cara perencanaan eksperimen yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah ternak itik petelur jantan lokal dari jenis itik Magelang, berjenis kelamin jantan, umur 21 hari, berat rata-rata perekor 300gram ± 20gram.
2. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan, 5 ulangan, masing-masing ulangan digunakan 1 ekor itik petelur jantan lokal.
Perlakuan penelitian meliputi :
TO = 0% starbio dari jumlah pakan.
TO = 0% starbio dari jumlah pakan.
T1 = 0,15 % starbio dari jumlah pakan.
T2 = 0,25% starbio dari jumlah pakan.
T3 = 0,35% starbio dari jumlah pakan
Tabel 1. Rancangan Penelitian Sebagai Berikut :
Ulangan (U) | Perlakuan (P) | |||
1 | 2 | 3 | 4 | |
1 2 3 4 5 | P1U1 P1U2 P1U3 P1U4 P1U5 | P2U1 P2U2 P2U3 P2U4 P2U5 | P3U1 P3U2 P3U3 P3U4 P3U5 | P4U1 P4U2 P4U3 P4U4 P4U5 |
3. Pelaksanaan penelitian
Tahap persiapan meliputi membersihkan kandang dari semua kotoran. Kandang yang digunakan adalah kandang baterai dimana setiap kandang memiliki ukuran panjang 40cm dan lebar 15cm. Kandang yang telah dibersihkan kemudian didesinfektan dengan obat pembunuh kuman (neoantisep). Selanjutnya adalah menyiapkan tempat pakan dan tempat minum untuk tiap kandang. Setelah tempat pakan dan tempat minum terpasang dan siap digunakan maka itik petelur jantan lokal ditimbang untuk mengetahui berat awal dan kemudian dimasukan kekandang baterai.
Pakan yang diberikan adalah berupa campuran BR1 20%, dedak padi 30%, jagung giling 40%, tepung ikan 10%. Untuk mengetahui komposisi bahan pakan dan kandungan gizi tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan Pakan dalam Penelitian dan Kandungan Gizinya
Bahan penyusun pakan | Komposisi bahan pakan (%) | Kandungan gizi pakan | ||
PK(%) | ME(Kkal/kg) | SK(%) | ||
Pakan ayam stater Tepung ikan Dedak halus Jagung giling | 20 10 30 40 | 21 60 13 8,6 | 3000 2720 2028 3329 | 3 1 11 2,5 |
jumlah | 100 | 17,54 | 2881 | 4 |
Keterangan : Berdasarkan perhitungan menurut tabel komposisi Hartadi dkk. (1993)
Pencampuran starbio dilakukan bersamaan dengan pencampuran bahan pakan. Pemberian pakan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Air minum diberikan adlibitum. Penimbangan pakan dilakukan sebelum pakan diberikan dan sesudah pakan diberikan untuk mengetahui konsumsi pakan. Sedangkan penimbangan itik dilakukan satu kali dalam seminggu.
Untuk pencegahan terhadap penyakit maka perlu dilakukan program vaksinasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh itik terhadap serangan penyakit. Vaksinasi ND pada umur 2 hari. Vitachick diberikan melalui air minum, vitachick berfungsi sebagai sumber vitamin bagi itik. Trimisin diberikan jika terdapat tanda-tanda terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri (corisa, kolera, pulorum).
4. Variabel penelitian
a. Konsumsi pakan. Untuk mengetahui konsumsi pakan dapat diketahui melalui penimbangan pemberian pakan dikurangi penimbangan pakan yang tersisa dalam setiap kandang perlakuan. Data konsumsi rata-rata (g/ekor/hari) dapat diperoleh dengan rumus :
Konsumsi = Pakan yang disediakan – pakan sisa
b. Pertambahan bobot badan harian (PBBH). Untuk mengetahui pertambahan bobot badan per minggu dapat diperoleh dengan menimbang bobot akhir dikurang bobot awal minggu, untuk menentukan kenaikan bobot badan setiap minggu. Untuk menghitung pertambahan bobot badan rata-rata per hari dapat diperoleh dengan rumus:
PBBH = bobot badan minggu ke n – bobot badan minggu ke (n-1)
7
c. konversi pakan. Diperoleh dengan jalan rata-rata konsumsi pakan di bagi dengan PBBH, dihitung dalam mingguan dengan menggunakan rumus :
Konversi Pakan = konsumsi pakan rata-rata harian
PBBH
5. Analisis data
Data yang diperoleh dilakukan analisis dengan menggunakan Anova untuk mengetahui pengaruh pemberian starbio terhadap konsumsi, pertambahan berat badan harian dan konversi pakan. Apabila ada perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Adapun alat bantu yang digunakan adalah program SPSS 12.
D. Rancangan Penyuluhan
1. Materi penyuluhan
Materi yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan adalah cara budidaya penggemukan itik petelur jantan lokal dan manfaat pemberian probiotik starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal.
2. Sasaran penyuluhan
Sasaran kegiatan penyuluhan tersebut adalah petani di Desa Glagahombo, Kecamatan Tegalrejo.
3. Tujuan penyuluhan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyampaian materi adalah agar peternak mengetahui pemeliharaan itik petelur jantan lokal dengan memanfaatkan starbio sabagai probiotik dalam pakan.
4. Metode penyuluhan
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan adalah dengan menggunakan pendekatan kelompok. Sedangkan teknik penyuluhannya dengan menggunakan teknik ceramah dan diskusi.
5. Media penyuluhan
Media yang digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan yaitu dengan menggunakan kertas koran dan folder.
6. Evaluasi penyuluhan
Analisis data menggunakan Deskriptive Comparative dengan rancangan pra tes dan post tes pada kelompok tunggal, perbedaan hasil pra test dan pos test merupakan perubahan yang terjadi akibat kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan.
Analisis Deskriptive Comparative kriteria keberhasilan kegiatan penyuluhan didasarkan pada Efektivitas Penyuluhan (EP) dan Efektivitas Perubahan Perilaku (EPP).
Efektivitas Penyuluhan (EP) digunakan rumus :
EP
Ginting, 1994 menyatakan kriteria penilaian Efektivitas penyuluhan adalah :
≤33,3 % = kurang efektif
33,3 %-66,7 % = cukup efektif
≥66,7 % = efektif
Efektivitas perubahah prilaku (EPP) digunakan rumus
EPP = Skor post test – skor pra test x 100 %
Target skor maksimal – skor pra test
- Pengabdian Masyarakat
Pengabdian masyarakat dilaksanakan di Desa Glagahombo pada pertemuan rutin selapanan (Minggu Pon) tepatnya pada tanggal 22 Maret 2009. Kegiatan yang dilakukan adalah pemutaran video tentang beternak kambing, beternak kelinci dan beternak ayam buras. Metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan secara massal. Media yang digunakan antara lain VCD, sound system dan LCD projector.
- Jadual Kegiatan
Tabel 3. Jadual Kegiatan.
Kegiatan yang dilakukan | Minggu ke | |||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | |
Tiba dilokasi Ijin dengan instansi terkait Persiapan penelitian Pelaksanaan penelitian Analisis data Pengukuran pratest Kegiatan penyuluhan Pengukuran postest Kegiatan bakti masyarakat Kembali ke kampus | v v v | v v | v | v | v | v | v v v v v | v |
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Diskriptif
1. Keadaan geografis dan iklim
Secara geografis letak Desa Glagahombo Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang provinsi Jawa tengah, merupakan desa yang berada pada ketinggian 400 dpl dengan topografi berbukit-bukit dengan curah hujan 20 mm/tahun, dan suhu rata-rata harian 30 0C.
Batas-batas Desa Glagahombo adalah sebagai berikut, sebelah timur berbatasan dengan Desa Banyuurip, sebelah barat berbatasan dengan Desa Girirejo sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngasem, sebelah utara berbatasan dengan Desa Dlimas. Orbitasi Desa Glagahombo dari pusat pemerintahan kecamatan sekitar 4 km, 11 km dari ibu kota kabupaten dan 81 km dari ibu kota propinsi.
2. Luas wilayah dan penggunaan lahan
Luas wilayah desa Glagahombo sekitar 212 ha. Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan lahan sebagian besar adalah berupa persawahan (24,79% sawah irigasi dan 17,80 sawah tadah hujan). Areal sawah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat penggembalaan itik dan dapat sebagai penghasil bahan pangan yang limbahnya dapat dijadikan pakan ternak. Melihat potensi yang ada maka prospek pengembangan peternakan itik sangat terbuka lebar.
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Desa Glagahombo
Penggunaan lahan | Luas (ha) | Persentase (%) |
Permukiman pejabat pemerintah Permukiman umum Sekolah Tempat peribatan Lapangan sepak bola Kuburan Jalan Ladang/tegalan Sawah irigasi Sawah tadah hujan Lain-lain | 2,30 50 1,25 2,30 1,2 2,38 2,32 60,12 53,13 38,15 1,2 | 1,07 22,21 0,59 1,07 0,56 1,12 1,11 28,05 24,79 17,80 0,56 |
Jumlah | 214.37 | 100,00 |
Sumber : Data Monografi Desa Glagahombo, 2008
3. Keadaan penduduk berdasarkan umur
Penduduk Desa Glagahombo berjumlah 2313 jiwa, yang terdiri dari 1154 jiwa laki-laki, 1159 jiwa perempuan dan 645 KK. Jumlah penduduk menurut umur dapat lihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Umur
Umur | Jumlah (orang) | Persentase (%) |
< 1 – 10 | 483 | 20.88 |
11 – 20 | 374 | 16.16 |
21 – 30 | 379 | 16.38 |
31 – 40 | 329 | 14.22 |
41 – 50 | 332 | 14.35 |
51 – 60 > | 416 | 17.98 |
Jumlah | 2313 | 100,00 |
Sumber : Data Monografi Desa Glagahombo, 2008
Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dijelaskan umur yang produktif yang sekitar antara 51-60 > yaitu 17,98% untuk umur 21-30 yaitu 16,38% sedangkan umur 31-40 hanya 14,22%.
4. Keadaan penduduk berdasarkan pendidikan
Sebagian besar penduduk Desa Glagahombo adalah orang yang berpendidikan, mulai dari tamat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), bahkan ada beberapa orang lulusan Perguruan Tinggi (PT). Untuk lebih jelasnya tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan.
Jenis Pendidikan Masyarakat | Jumlah (orang) | Persentase (%) |
Penduduk buta huruf Penduduk tidak tamat SD/sederajat Penduduk tamat SD/sederajat Penduduk tamat SLTP/sederajat Penduduk tamat SLTA/sederajat Penduduk tamat D-1 Penduduk tamat D-2 Penduduk tamat D-3 Penduduk tamat S-1 | 51 89 680 60 96 1 1 1 4 | 5,18 9,05 69,17 6,10 9,76 0,10 0,10 0,10 0,40 |
Jumlah | 983 | 100,00 |
Sumber : Data Monografi Desa Glagahombo, 2008
Berdasarkan tabel diatas menunjukan tingkat pendidikan di Desa Glagahombo yang paling banyak adalah tamat Sekolah Dasar (SD) yaitu 69,17% dan yang sedikit ialah tamat Diplomat D-1, D-2 dan D-3 yaitu 0,10 %, sedangkan yang buta aksara (huruf) yaitu 5,18% dan yang tidak tamat SD yaitu 9,05%. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat adopsi sesuatu inovasi dan sesuai pendapat dari Mardikanto (1993) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat pada umumya, dengan pendidikan yang lebih baik akan memberi wawasan lebih luas, lebih kritis, cepat tanggap dan mudah menerima informasi.
5. Keadaan penduduk berdasarkan matapencaharian
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, berbagai macam matapencaharian ditekuni oleh penduduk Desa Glagahombo. Untuk mengetahui secara jelas matapencaharian penduduk Desa Glagahombo tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7. Matapencaharian Penduduk Desa Glagahombo.
Mata pencaharian | Jumlah (orang) | Persentase (%) |
Petani Buruh tani Pedagang/wiraswasta/pengusaha Guru swasta Pegawai Negri Sipil TNI/Polri Pensiunan | 130 180 17 2 37 8 5 | 34.30 47.49 4.48 0.52 9.76 2.11 1.31 |
Jumlah | 379 | 100,00 |
Sumber : Data Monografi Desa Glagahombo, 2008
Sebagian besar (34,30% petani dan 47,49% sebagai buruh tani) penduduk Desa Glagahombo bermatapencaharian disektor pertanian (bertani dan atau beternak). Oleh karena itu kegiatan penyuluhan pertanian dan pemberdayaan kelompok tani sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
6. Bidang pertanian
Beberapa komoditas pertanian diusahakan oleh penduduk Desa Glagahombo. Adapun komoditas pertanian yang diusahakan tertuang dalam Tabel 8.
Tabel 8. Komoditas Pertanian Desa Glagahombo.
Jenis uhasa tani | Luas tanam (ha) | Produktivitas (ton/thn) |
Padi Ubi kayu Lombok | 82 12 1 | 246 150 4 |
Sumber : Monografi Desa Glagahombo, 2008.
Hasil sampingan pertanian dapat dimanfaatkan untuk menunjang sektor peternakan, sekam dapat dimanfaatkan sebagai litter ternak unggas, jerami padi dan daun ketela sebagai pakan hijauan ruminansia, dedak, kulit ketela, pati, onggok dapat dimanfaatkan sebagai bahan konsentrat ternak unggas dan ruminansia.
7. Bidang peternakan
Sektor peternakan berkembang baik di Desa Glagahombo. Walaupun dalam perkembangannya beternak hanya sebagai usaha sampingan penduduk. Untuk lebih jelas mengenai perkembangan peternakan di Desa Glagahombo tersaji pada Tabel 9.
Tabel 9. Komoditas Peternakan di Desa Glagahombo.
Jenis ternak | Jumlah (ekor) |
Sapi potong Kerbau Kambing Domba Kelinci Ayam buras Itik manila Bebek | 146 27 30 41 420 600 300 340 |
Sumber : Data Monografi Desa Glagahombo, 2008
Dengan melihat potensi wilayah yang ada, usaha peternakan masih sangat berpeluang untuk dikembangkan di Desa Glagahombo. Disini terlihat sektor pertanian akan bisa menopang sektor peternakan tentunya dengan pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan ternak. Sebaliknya sektor peternakan akan mendukung pertanian dengan memanfaatkan kotoran padat dan cair sebagai pupuk organik.
- Hasil Kajian
Hasil kajian mengenai pengaruh pemberian probiotik starbio dalam pakan terhadap konsumsi pakan, PBBH, dan konversi pakan itik petelur jantan lokal (Anas platyrhyncha) umur 7 minggu adalah sebagai berikut:
1. Konsumsi pakan
Hasil analisis statistik (ANOVA) menunjukkan pemberian probiotik starbio dalam pakan tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan.
Tabel 10. Rata-Rata Konsumsi Pakan Harian Itik Petelur Jantan Lokal Umur 7
Minggu
ulangan | Perlakuan | |||
T0 | T1 | T2 | T3 | |
1 | 102.86 | 109.64 | 111.43 | 108.93 |
2 | 106.79 | 110.71 | 112.50 | 107.86 |
3 | 106.79 | 107.50 | 109.64 | 106.43 |
4 | 107.86 | 109.64 | 104.29 | 106.79 |
5 | 103.57 | 102.50 | 103.57 | 102.14 |
Rata-rata | 105.57 | 107.99 | 108.28 | 106.43 |
Siregar (2009), konsumsi pakan ayam tergantung dari beberapa faktor yaitu : besar tubuh unggas (jenis galur), keaktifan badannya sehari-hari, suhu atau temperatur di dalam dan disekitar kandang, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan pada unggas itu, dan cara pengelolaan yang dipraktekkan sehari-hari untuk memelihara unggas tersebut.
Rata-rata konsumsi dari semua perlakuan adalah 107,01 g/ekor/hari (lampiran1). Konsumsi pakan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Cahyono (2007), yang menyatakan bahwa konsumsi itik petelur jantan lokal umur 7 minggu adalah 129 g/ekor/hari. Hal ini disebabkan karena kandungan energi yang diberikan pada penelitian (2881Kkal/kg) lebih tinggi dibandingkan pakan yang diberikan dalam laporan Cahyono (2007) sebesar 2700Kkal/kg. Semakin tinggi kandungan energi dalam pakan maka semakin rendah konsumsi pakan unggas tersebut ( Wahyu, 1997).
Pemberian probiotik starbio pada ransum (perlakuan T1, T2 dan T3) tidak berpengaruh pada konsumsi ransum. Hal ini disebabkan karena semua perlakuan diberi ransum yang kualitasnya sama (protein maupun energi metabolismenya sama). Ternak unggas mengkonsumsi ransum pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan akan energinya. Seperti dilaporkan oleh Wahyu (1997), faktor utama yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah kandungan energi metabolisme dan unggas akan berhenti makan apabila kebutuhan akan energi sudah terpenuhi walaupun tembolok belum penuh.
2. Pertambahan bobot badan harian (PBBH)
Hasil analisis statistik (ANOVA) menunjukkan pemberian probiotik starbio dalam pakan berpengaruh terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH).
Tabel 11. PBBH Itik Petelur Jantan Lokal Umur 7 Minggu.
ulangan | Perlakuan | |||
T0 | T1 | T2 | T3 | |
1 | 19.29 | 28.57 | 23.93 | 25.36 |
2 | 19.29 | 26.07 | 31.43 | 25.00 |
3 | 17.86 | 23.57 | 25.71 | 26.07 |
4 | 20.36 | 23.21 | 22.86 | 23.57 |
5 | 18.57 | 25.00 | 23.93 | 25.00 |
Rata-rata | 19.07a | 25.28b | 25.57b | 25b |
Keterangan : Superskrip a, b yang berbeda dalam baris rata-rata menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05).
Hasil analisis statistik uji lanjut (Duncan) menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH ) itik selama penelitian pada T0 adalah 19.07 g/ekor/hari, dan lebih kecil (P<0,05) dibandingkan T1, T2, dan T3. PBBH pada perlakuan T1, T2, dan T3 masing-masing : 25.284 g/ekor/hari, 25.572 g/ekor/hari, dan 25 g/ekor/hari.
Pertumbuhan adalah proses pertambahan bobot hidup sejak pembuahan dan lahir hingga mencapai berat dan ukuran dewasa. Pertumbuhan merupakan hasil interaksi antara bibit, pakan dan tata laksana yang baik untuk menjamin suksesnya setiap usaha peternakan unggas ( Siregar, 2009).
Pada dasarnya ada tiga hal utama yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan ternak agar diperoleh berat badan yang diharapkan, yaitu faktor genetik, faktor lingkungan dan manajemen (Santoso, 2009).
Bobot badan itik petelur jantan lokal dalam penelitian adalah 959,5 g (lampiran 2). Hasil ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Cahyono (2007), bahwa bobot badan itik petelur jantan lokal pada umur 7 minggu adalah 943 g. Hal ini disebabkan karena kualitas pakan yang diberikan pada saat penelitian yaitu PK 17,54%, Energi Metabolisme (EM) 2881 Kkal/kg lebih baik dibandingkan hasil penelitian Cahyono (2007). Komponen yang menentukan kualitas pakan antara lain : protein dan asam amino, EM, mikotoksin, metionim, sistin, lisin, asam linoleat dan linoleat, Vitamin C dan Vitamin lainnya, termasuk pula kualitas air serta kesegaran pakan. Untuk meningkatkan produktifitas ternak unggas, dalam pakan ternak harus mengandung gizi yang tinggi (Santoso, 2009).
Meningkatnya pertambahan bobot badan itik yang diberi starbio pada ransum disebabkan karena Starbio sebagai probiotik mengandung bakteri proteolitik, selulolitik, lipolitik, lignolitik dan amilolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis yang berfungsi untuk memecah karbohidrat, yaitu selulose, hemiselulose dan lignin memecah protein dan lemak (Suharto, 1993). Akibatnya, itik yang diberi tambahan probiotik Starbio mempunyai daya cerna yang lebih tinggi sehingga zat-zat pakan yang diserap juga lebih banyak. Oleh karena itu PBBH lebih tinggi daripada ternak yang tidak diberi starbio. Ini diperkuat oleh hasil penelitian Zainuddin dkk. ( 1995 ), didapatkan bahwa penambahan probiotik Starbio 0,25 % pada pakan yang mengandung serat kasar 6 % nyata dapat meningkatkan pertambahan bobot badan itik pedaging. Di samping itu, hal itu juga disebabkan karena itik yang tidak diberi pakan starbio dalam pakannya tidak mampu mencerna serat kasar karena itik tidak mempunyai enzim yang dapat mencerna serat kasar (Wahyu, 1997).
Peningkatan dosis Starbio tidak berpengaruh lebih baik terhadap penampilan itik jantan umur 7 minggu. Hal ini mungkin disebabkan karena ransum yang diberikan mengandung serat kasar yang rendah (± 4 %), sehingga dengan dosis yang paling rendah (0,15% Starbio dari jumlah pakan) sudah mampu mencerna zat-zat pakan yang dikonsumsi sehingga peningkatan dosis pemberian lebih tinggi dari perlakuan T1 tidak akan berpengaruh positif
3. Konversi pakan
Hasil analisis statistik (ANOVA) menunjukkan pemberian probiotik starbio dalam pakan berpengaruh terhadap konversi pakan.
Tabel 12. Konversi Pakan Itik Petelur Jantan Lokal Umur 7 Minggu.
ulangan | Perlakuan | |||
T0 | T1 | T2 | T3 | |
1 | 5.33 | 3.84 | 4.66 | 4.30 |
2 | 5.54 | 4.25 | 3.58 | 4.31 |
3 | 5.98 | 4.56 | 4.26 | 4.08 |
4 | 5.30 | 4.72 | 4.56 | 4.53 |
5 | 5.58 | 4.10 | 4.33 | 4.09 |
Rata-rata | 5.54a | 4.29b | 4.27b | 4.26b |
Keterangan : Superskrip a, b yang berbeda dalam baris rata-rata menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05).
Hasil analisis statistik uji lanjut (Duncan) menunjukkan bahwa konversi pakan itik pada perlakuan kontrol adalah 5,54 (Tabel 12), sedangkan perlakuan T1, T2 dan T3 masing-masing : 4.29, 4.27, dan 4.26 berbeda nyata (P<0,05) daripada T0.
Konversi pakan merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah konversi pakan semakin tinggi efisiensi penggunaan ransum.
Anggorodi ( 1995 ) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya konversi pakan meliputi daya cerna ternak, kualitas pakan yang dikonsumsi, serta keserasian nilai nutrien yang dikandung pakan tersebut.
Pemberian probiotik Starbio pada pakan ternyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Zainuddin dkk. ( 1994) yang menyatakan bahwa penggunaan probiotik Starbio dalam pakan ternak mampu meningkatkan efisiensi pakan melalui mekanisme kerja Starbio yang mampu mencerna lemak, serat kasar, dan protein dalam pakan menjadi bahan yang mudah diserap. Oleh karena itu, konversi pakan itik yang diberi penambahan probiotik dalam pakan menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan konversi pakan pada ternak yang tan pa penambahan probiotik.
- Pelaksanaan Penyuluhan
Penyuluhan dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2009 di kediaman Bapak Ramlan (ketua kelompok tani Sumber Rejeki Desa Glagahombo) bersamaan dengan acara pertemuan rutin selapanan (Minggu Pon). Pertemuan dihadiri oleh 13 anggota kelompok Sumber Rejeki. Jumlah anggota kelompok tani Sumber Rejeki sebenarnya adalah 20 anggota. Materi yang disampaikan adalah cara budidaya penggemukan itik petelur pejantan lokal dan manfaat pemberian probiotik starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan yaitu dengan menggunakan pendekatan kelompok. Sedangkan teknik penyuluhannya dengan menggunakan teknik ceramah dan diskusi. Agar penyuluhan lebih efektif maka penyuluhan menggunakan kertas koran dan folder sebagai alat bantu.
Untuk mengetahui tingkat efektivitas penyuluhan maka perlu dilakukan pengukuran dengan menggunakan kuesioner (dapat dilihat dilampiran 7) sebagai alat ukurnya. Kuesioner dibagikan dan diisi oleh responden sebelum dan sesudah penyuluhan sehingga didapatkan data pratest dan postest. Adapun rekapitulasi hasil pratest dan postest dapat dilihat di lampiran 8.
Aspek yang diukur dalam penyuluhan adalah aspek pengetahuan. Adapun hasil pengukuran adalah sebagai berikut :
Tabel 13. Analisis Pra Test dan Pos Test Aspek Pengetahuan Responden
No | Variabel pertanyaan | Pra test | Pos test | selisih |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 | Apakah anda mengetahui apa yang dimaksud dengan itik petelur jantan lokal? Apakah anda mengetahui manfaat budidaya itik petelur jantan lokal? Apakah anda mengetahui kalau itik petelur jantan lokal cukup potensi untuk kembangkan? Tahukah anda peralatan yang digunakan dalam budidaya itik petelur jantan lokal secara intensif? Apakah anda mengetahui tentang probiotik starbio? Tahukah anda manfaat starbio bagi ternak itik petelur jantan lokal? Apakah anda mengetahui dosis pemberian starbio dalam campuran pakan itik petelur jantan lokal? Dapatkah anda menyebutkan jenis-jenis pakan itik petelur jantan lokal? Apakah anda mengetahui berapa lama pemeliharaan itik petelur jantan lokal bisa dipanen jika dipelihara dengan intensif? Apakah anda mengerti sampai umur berapa itik petelur jantan lokal membutuhkan pemanas (indukan)? Dapatkah anda menyebutkan tahapan persiapan kandang sebelum memasukan itik petelur jantan lokal ke dalam kandang? Apakah anda mengetahui jika dengan pengelolaan yang baik usaha budidaya itik petelur pejantan lokal dapat memberikan keuntungan peternak? | 1.54 1.54 1.4 1.7 1.31 1,5 1,2 1,46 1,5 1,54 1,62 1,5 | 2,77 2,69 2,5 2,6 2,69 2,5 2,5 2,54 2,5 2,46 2,38 2,2 | 1,23 1,15 1,2 0,9 1,38 1 1,4 1,58 0,4 0,92 0,77 0,7 |
| Jumlah | 17,77 | 30,38 | 12,61 |
Sumber : Data Primer Terolah
Analisis Deskriptive dengan rumus :
Skor post test
EP = X 100%
Skor maksimal yang dikategorikan
EP
Dengan melihat nilai EP (84,38) yang dicapai maka dapat disimpulkan bahwa penyuluhan berlangsung efektif. Ginting, 1994 menyatakan kriteria penilaian Efektivitas penyuluhan adalah :
≤33,3 % = kurang efektif
33,3 %-66,7 % = cukup efektif
≥66,7 % = efektif
Penyuluhan berlangsung efektif dimungkinkan karena sebagian besar anggota kelompok tani Sumber Rejeki adalah orang yang berpendidikan sehingga tingkat adopsi inovasi akan lebih cepat. Mardikanto (1993), menyatakan bahwa tingkat pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat pada umumya, dengan pendidikan yang lebih baik akan memberi wawasan lebih luas, lebih kritis, cepat tanggap dan mudah menerima informasi.
Skor post test-skor pra test
EPP = X 100%
Skor maksimal-skor pra test
12,61
EPP = X 100% = 69,17%
18,23
Skala likert :
12 --------------------------20 -------------------------28 -------------------------36
17,77 30,38
Tidak tahu Kurang tahu Tahu
Peningkatan aspek pengetahuan sebesar 12,61 dari kriteria tidak tahu menjadi tahu dikarenakan adanya perlakuan yaitu melakukan penyuluhan dengan materi yang sesuai dengan kebutuhan petani sehingga petani sangat antusias mengikuti kegiatan penyuluhan. Hal ini dibuktikan dengan partisipasi aktif petani dalam diskusi kelompok. Mardikanto (1993), apapun materi penyuluhan yang disampaikan oleh seorang penyuluh, pertama-tama harus diingat bahwa materi tersebut harus selalu mengacu kepada kebutuhan yang telah dirasakan oleh masyarakat sasaran.
- Pengabdian Masyarakat
Pelaksanaan pengabdian masyarakat dilaksanakan di kediaman Bapak Isriyadi (bendahara kelompok sumber rejeki Glagahombo) pada tanggal 22 Maret 2009 dalam acara rapat rutin selapanan (Minggu Pon). Pengabdian masyarakat yang dilakukan adalah pemutaran video tentang budidaya kelinci, pembibitan kambing, dan penggemukan sapi potong. Tujuannya adalah memberikan motivasi kepada anggota kelompok di dalam beternak, dan menambah pengetahuan anggota kelompok. Metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kelompok. Media yang digunakan antara lain VCD, LCD projector, speaker aktif dan layar.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Petani mengetahui manfaat pemberian probiotik starbio dalam pakan pada ternak itik petelur jantan lokal setelah diberikan penyuluhan dengan skor efektifitas penyuluhan (EP) yang dicapai 84,38% masuk kriteria efektif dan efektifitas Perubahan Perilaku (EPP) yang dicapai 69, 17% dari kriteria tidak tahu menjadi criteria tahu.
2. Pemberian probiotik Starbio dalam pakan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap konsumsi pakan, akan tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap (PBBH) dan konversi pakan pada itik petelur jantan lokal umur 7 minggu. PBBH pada T0 (19,07 g/ekor/hari) lebih kecil (P<0,05) dibandingkan PBBH pada perlakuan T1,T2, dan T3. Demikian pula konversi pakan pada T0 (5,54) lebih besar (P<0,05) daripada konversi pakan pada perlakuan T1, T2, dan T3. PBBH dan konversi pakan pada perlakuan T1, T2, dan T3 tidak berbeda nyata (P>0,05).
- SARAN
Dalam beternak itik petelur jantan lokal untuk mendapatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang lebih tinggi dan konversi pakan yang lebih rendah hendaknya ditambahkan pemberian probiotik starbio dalam pakan dengan dosis 0,15% dari pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R.,1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.
Cahyono B,2008. Sukses Beternak Itik Jantan Lokal Afkir.Pustaka Mina. Jakarta.
Deptan, 2002. Kebijaksanaan Nasional Penyelenggaraan Penyuluh Pertanian. Penerbit DEPTAN. Jakarta.
Ginting, E. 1993. Metode KKL Mahasiswa APP, Penanggungan Malang
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Iskandar, S.T. 1994. “Komponen Karkas Enam Jenis Anak Itik Jantan Lokal Indonesia” dalam: Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai PenelitianTernak Ciawi.
Ketaren P.P, 2001. Pakan Ternak Itik. balitnak@indo.net.id. Diakses pada tanggal 17 Februari 2009.
Mardikanto T, 1993. Penyuluhan Pertanian Pembangunan. Penerbit Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Marzuki S, 1999. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Penerbit Universitas Terbuka, Depdikbud. Jakarta.
Padmowihardjo S, 1994. Metode Penyuluhan Pertanian. Penerbit Universitas Terbuka, Depdikbud. Jakarta.
Rasyaf. M, 1993. Beternak Itik. Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf. M, 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Satie D.L, 2007. Panduan Praktis Budidaya Itik Potong. www.poultryindonesia.com. Diakses pada tanggal 19 Februari 2009.
Siregar, 2009. Tentang Ternak Unggas. www.poultryindonesia.com. Diakses pada tanggal 5 Juni 2009.
Suharto dan Winantuningsih, 1993. Penggunaan Probiotik Starbio (Starter Mikroba) Dalam Ransum Ayam Pedaging Terhadap Produktivitas,Nilai Ekonomis (IOFC) dan Kadar Amonia Lingkungan Kandang. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor.
Urip Santoso, 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Berat Badan Unggas, www.poultryindonesia.com. Diakses pada tanggal 10 Juni 2009.
UU no 16. 2006. Penyuluhn Pertanian Perikanan dan Kehutanan. http:/ronggolawu 13.blogspot.com. Diakses pada tanggal 19 Februari 2009.
Wahyu, 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Widodo A.Y, 2008. Indonesia Swasembada Daging 2010? Mimpi kali ye… Blog at WordPress.com. Diakses pada tanggal 19 Februari 2009.
Zainuddin, D., D.K. Diwyanto dan Suharto. 1994. Penggunaan Probiotik Starbio (Starter Mikroba) Dalam Ransum Ayam Pedaging Terhadap Produktivitas, Nilai Ekonomis (IOFC) dan Kadar Amonia Lingkungan Kandang. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar